Kamis, 17 Februari 2011

WARNA BAHAN ALAM




                           Pewarnaan dilakukan dengan menggunakan warna – warna alam seperti biru yang diperoleh dari daun pohon nila atau warna merah yang dapat diperoleh dari akar pohon mewengkudu ( mengkudu ). Warna coklat tua dapat diperoleh dari kulit kayu tegeran dan kulit kayu soga, sedangkan warna kuning dengan mencampurkan cari umbi kunyit atau kayu tegeran dengan sari kuning. Semua pewarnaan tersebut dilakukan dengan teknik celup. Meskipun banyak warna dapat diperoleh dari bahan alam, pewarnaan batik pada masa Pekalongan kuno hanya menggunakan dua jenis warna. Pada umumnya, warna yang digunakan adalah biru dan putih yang merupakan warna dasar kecuali pewarnaan Batik Jlamprang. Untuk memperoleh warna biru kehitaman menggunakan campuran warna soga dan kulit kayu tegeran.
            Para pembatik pada masa Pekalongan kuno menggunakan warna alam tersebut sampai adanya pengaruh batik bercorak Cina. Mereka menggunakan bahan warna kimia ( Indigosol ) yang didatangkan dari Cina dan India. Pada masa – masa berikutnya, pengrajin batik di Pekalongan masih menggunakan bahan pewarna alam seperti warna – warna yang diperoleh dari kulit soga. Namun demikian, lambat laun pewarnaan dengan menggunakan bahan alam tersebut tidak digunakan lagi dan beralih kepada pewarna kimia karena mudah dalam penggunaannya.

Rabu, 16 Februari 2011

BATIK LAWASAN




 
                       Batik lawasan adalah salah satu istilah yang dipakai untuk kain-kain batik yang berusia tua ( lawas ). Namun demikian hingga kini belum ada kesepakatan, bahwa kain batik dengan minimal sudah berusia berapa tahun, dikategorikan sebagai batik lawasan ( 50 tahun, 75 tahun, atau lebih dari 100 tahun ).
Cara untuk menetapkan umur / usia kain batik juga tidak mudah. Standar cara perhitungan umur selembar kain ( khususnya kain batik ) hingga kini juga belum ada. Terlepas dari kedua hal tersebut diatas harus diakui bahwa batik lawasan itu ada dan peminatnya / konsumennya cukup banyak, terutama para wisatawan mancanegara. Mereka tidak segan-segan keluar masuk kampung dan pasar-pasar tradisional untuk “memburu” batik lawasan tersebut. Perlu kiranya disadari oleh semua pihak, bahwa batik lawasan yang ada pada masa sekarang ini, pada zamannya dulu hanya diproduksi dengan jumlah yang sangat terbatas. Pada saatnya batik lawasan akan habis, kecuali kategori ke-lawasan-nya / usianya diubah sesuai dengan kesepakatan baru antara pemilik dan peminat/konsumen.
            Kini batik lawasan sedang naik daun, dimana kota – kota besar khususnya di pulau Jawa, beberapa batik terkenal menyediakan busana khusus yang terbuat dari batik lawasan dengan harga yang aduhai. Tidak ketinggalan butik yang ada di kota Batik, Pekalongan ini. Bagi orang awam tentu akan timbul pertanyaan, darimana mereka mendapatkan batik lawasan yang tak kunjung habis tersebut ? jawabannya tentu berpulang kepada mereka – mereka yang menggeluti bisnis mata dagangan tersebut.

Rabu, 09 Februari 2011

BATIK PEKALONGAN



     
    Pekalongan adalah salah satu kota yang terletak di pantai utara pulau Jawa atau dengan kata lain Pekalongan adalah kota Pesisir Utara Jawa. Oleh Karen itu batik yang berasal dari Pekalongan dikenal dengan istilah batik pesisiran. Batik pesisiran juga merupakan predikat untuk batik-batik yang dibuat diluar daerah Yogyakarta dan Solo, walaupun daerah tersebut tidak terletak di pesisir / pantai.
Dari catatan sejarah batik Pekalongan yaitu :
  1. Batik Pribumi
Yaitu batik yang dibuat dengan selera dan gaya pribumi, batik ini diproduksi oleh sebagian masyarakat asli Pekalongan / pribumi. Sebagaimana diketahui didaerah pesisir Pekalongan tidak ada kraton sehingga tidak ada raja–raja yang membatasi motif atau corak batik yang boleh dibuat dan dipakai oleh masyarakat di luar keraton. Karena itu maka batik Pekalongan yang diproduksi  oleh masyarakat asli Pekalongan yang tidak terikat oleh ketentuan raja-raja, sehingga motifnya sangat bebas, bahkan ada batik Pekalongan yang dibuat sampai dengan delapan. Batik pribumi Pekalongan ini mempunyai keistimewaan yaitu sangat cepat mengikuti perkembangan pasar, dengan memproduksi batik-batik yang cepat laku dipasaran.
  1. Batik Encim
Batik ini dari namanya sudah dapat diduga bahwa diproduksi oleh sebagian masyarakat keturunan Cina dengan pengaruh tata warna dan budaya leluhurnya. Batik encim dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar yang didasari oleh motif / ragam hias yang diterapkan pada kain batik tersebut yaitu :
·                 Buketan, biasanya motifnya banyak dengan untaian bunga ( buket ) dengan warna–warna tertentu dari Timur ( antara lain bunga mawar ).
·                 Budaya Cina, biasanya motif / ragam hiasnya diisi dengan budaya Negara leluhurnya, dengan gambar symbol kebudayaan antara lain gambar naga atau kupu-kupu.
·                 Ragam hias lukisan, biasanya motif / ragam hias ini diisi dengan corak lukisan, antara lain arak-arakan pengantin Cina.
  1. Batik Londo
Seperti halnya batik Encim, batik yang dibuat oleh sebgaian masyarakat keturunan Belanda, dengan motif / ragam hiasnya dipengaruhi oleh selera / budaya Belanda. Kebanyakan batik Londo ini berupa kain sarung karena dianggap lebih praktis dalam memakainya. Motif atau ragam hias yang diterapkan antara lain buketan bunga-bunga gaya Eropa ( krysan, anggur, dsb.). juga ada ragam hias berupa lambang atau permainan kalangan pendatang Belanda yaitu kartu Bridge.
Ketiga golongan batik Pekalongan ini berkembang secara berdampingan, masing-masing telah mempunyai penggemar dan atau pembeli masing-masing. Batik Pekalongan pribumi merupakan batik tertua diantara ketiganya, namun tidak ada catatan akurat kapan dan oleh siapa batik ini dibuat yangpasti batik ini sudah ada sebelum para pedagang Cina dan Belanda berniaga ke Pekalongan. Dari catatan yang ada diketahui bahwa batik Pekalongan zaman dahulu mencapai kejayaannya sekitar tahun 1850 antara lain batik ELIZA VAN ZUYLEN, OEY SOEN KING dan sampai menjelang perang Dunia II dikenal juga batik produksi Ny. SASTROMULYONO. Mengingat bahwa kebiasaan orang Indonesia tidak selalu membuat catatan apa yang telah dikerjakan, maka penulusuran batik Pekalongan khususnya dan Batik Indonesia pada umumnya akan mendapatkan banyak kendala.

Selasa, 08 Februari 2011

TEKNIK PEWARNAAN



              

        Ketika daerah-daerah lain masih menggunakan teknik celup ( dipping technique ) dalam hal teknik pewarnaan, maka selain teknik tersebut, teknik melukis ( natural brushing technique ) juga digunakan oleh para pengrajin Batik Pekalongan, terutama setelah bahan pewarna kimia masuk ke Pekalongan. System melukis mempermudah dalam mencapai warna yang dikehendaki pada saat yang bersamaan, sehingga setiap detail ragam hias dapat dilukis dan diwarnai dengan cepat dan sempurna sesuai dengan aslinya. Oleh karena itu, teknik melukis warna dengan sapuan kuas ( colet ) bukanlah suatu hal baru bagi pengrajin batik Pekalongan. Hal tersebut disebabkan Karen teknik semacam itu erat kaitannya dengan kemajuan yang dicapai didunia industry kerajinan tangan ( terutama kerajinan sutera dan porselin ) di Cina pada masa kekaisaran Dinasti Ming.
Menurut Wolfarm Eberhard , perdagangan luar negeri dalam kerajinan sutera dan keramik itu telah membawa pengaruh besar terhadap perdagangan batik, teknik yang digunakan, serta cara memperoleh kemudahan untuk mendapatkan kain dan bahan pewarna. India merupakan Negara pemasok utama bagi Cina dalam mata rantai perdagangan bahan pewarna yang berupa Indigo. Menurut Rouffaer, pada masa Dinasti Ming. Menurut Wolfarm Eberhard, perdagangan luar negeri, dalam kerajinan sutera dan keramik itu telah membawa pengaruh besar terhadap perdagangan batik, teknik yang digunakan, serta cara memperoleh kemudahan untuk mendapatkan kain dan bahan pewarna.
India merupakan Negara pemasok utama bagi Cina dalam mata rantai perdagangan bahan pewarna yang berupa indigo. Menurut Rouffaer, pada masa Dinasti Ming, bahan pewarna kimia didatangkan dari India melalui jalur perdagangan bahan pewarna tekstil yang mengikuti jalur lama, yaitu dari India ke Indonesia dan dari Indonesia ke Cina. Hal tersebut diuraikan lebih rinci dalam uraian tentang perjalanan Cheng-Ho ke samudera barat yang ditulis dalam Zheng He Xia Yang.
Jalur perdagangan Cina mulai Nanjing yang merupakan Ibukota  kerajaan. Kapal-kapal dagang mulai berlabuh di Qui-Nho kemudian melalui laut Cina Selatan langsung ke Jawa selanjutnya ke Palembang, samudera Pasai serta Lamiri. Selanjutnya jalur perdagangan itu menuju ke kalkuta (India) atau teluk Benggala (Benggali) dan seterusnya dapat dilanjutkan ke Arab atau Negara-negara di Afrika serta Eropa serta demikian pula sebaliknya. Dengan adanya hubungan perdagangan antar pulau dan antar Negara tersebut, maka pedagang Pekalongan tidak kesulitan untuk mendapatkan pengetahuan tentang bahan kain, bahan pewarna maupun tekniknya. Hal itu disebabkan karena Jawa, terutama kota – kota pelabuhan disepanjang peisisr Utara seperti Surabaya, Gresik, Tuban, Demak, Cirebon maupun Pekalongan adalah pusat-pusat pelabuhan yang merupakan tempat singgah bagi para pedagang Cina dan India.